Senin, 16 Juli 2018

Rustig dorp

Halo.

Kok bisa tau namaku?
Kok aku bisa mengenalmu?
Kok tiba-tiba bertamu?
Kok tiba-tiba menjamu?
Tak pernah tau wajahmu,
Kau tak tau pula wajahku,
Sepenasaran itukah?
Atau;
Hanya karna aku teman dari temanmu juga?

Malam.

Hari ini bulan sabit, tau.
Bisa liat gak disana?
Di tempat yang kamu sebut rustig dorp
Wallahi, indahnya.
Bulannya;
Dan jouw rustig dorp itu.

Malam lagi.

Waktu itu aku kaget liat namamu
Kenapa juga kamu muncul
Familiar sih
Kayak pernah nyapa
Taunya iya
Sambil mengerutkan dahi
Aku terima

Malam lagi.

Nyamuknya banyak
Saat aku dan temanku nyenyak
Di atas kasur dengan buku-buku
Menggiring untuk wudhu
Tiba-tiba selalu inget namamu
Kalo lagi sendu
Di ruku'

Di sujud
Jadi kubisikkan namamu ke sajadah
Diiringi senyum dan tangis
Emang pantes?
Tapi dengan kerendahan diri
Dan harap pada Rabb-ku
Aku sebut namamu

Wanita macamku
Disandingkan dengan para wanita rustig dorp
Bertutur manis, lugas berbahasa, juga bisikkan namamu
Jatuhlah aku ke jurang
Jatuhlah aku ke jurang
Jatuhlah aku ke jurang

Kenapa aku bisa punya ketertarikan?
Melihatmu tidak pernah
Berbicara hanya lewat terangnya layar
Hanya sekedar, God willing
Katanya cinta itu mubah
Menghadapinya yang menentukan jurang gelap dan terang
Di antara berterbangan namamu di atas sana
Aku hanya melakukannya demi Rabb-ku
Memantaskan diri demi Rabb-ku

Karna tinta sudah kering di kitab-Nya
Dan kau hanya cara-Nya untuk mencambuk diriku
Aku tak ada apa-apanya
Jika kau penasaran atas namaku
Semoga kau juga bisikkan namaku di sela serabut sajadah
Di rustig dorp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar