Di balik suara Nino dan Raisa aku berlindung. Malam ini
patofisiologi menemani diri di atas bantal tom and jerry. Aku disajikan rasa
bosan yang menghantam sampai pemberitahuan garis menunjuk panutanku. Aku kira
akan menjadi diskusi yang menggembirakan. Ternyata hanya gambar semu dan
lawakan kosong yang selanjutnya tersaji.
Aku bersyukur. Dia yang memasukkanku ke grup Glasgow selalu
mempertegas arah pikirku, apa pikirku. Aku cemburu. Kenapa aku tidak bekerja
keras. Kenapa mereka malah menganggap aku sudah bekerja keras. Padahal aku
telah gagal, aku gagal. Kenapa aku tidak mencobanya lebih keras. Kenapa aku
tidak mengambil resiko. Kenapa aku mencari titik aman.
Aku bosan berada di titik aman ini. Aku bosan hanya terduduk
di depan dimensi berjudul fibrokistik. Kenapa dulu aku tidak bekerja keras. Aku
dikelilingi oleh orang-orang pengeluh 70 layar tampil. Kenapa aku tidak bekerja
keras. Hanya 1:100 yang bisa membuat duniaku menjadi tidak hanya sekedar cari
makan dan cari nilai. Bahkan aku berharap kamu bisa tertarik dengan apa yang
kubahas. Tapi tidak.
Aku dikelilingi orang-orang yang mencintai kulitnya. Hanya sekedar
bicara rembulan yang terbelah pun tak menitik air mata sedikit pun. Aku cemburu.
Kenapa sepupuku bekerja keras. Kenapa aku tidak. Kenapa ia beruntung tidak
merasa hawa Ciputat. Kenapa aku tidak bekerja keras.
Kenapa air langit tertawa padaku. Kenapa masjid itu
menarikku. Kenapa jajanan itu merayuku. Kenapa bantal ini basah. Kenapa aku
tidak bekerja keras. Kenapa mereka berpikir aku bekerja keras. Apa yang mereka
pikirkan. Kenapa mereka tidak bekerja keras.
Kenapa mereka hanya bisa meributkan kesalahan hari yang
membakar kulit mereka namun tak menghakimi matahari. Kenapa. Apa yang mereka
pikirkan. Bagaimana. Bagaimana ini. Kami generasi tutorial.
Kenapa mereka tak melirik. Sekali saja. Kenapa mereka tidak
bekerja keras. Kenapa kalian bekerja keras. Kenapa kalian berhasil. Kenapa kalian
bisa bantah untuk berbaring.
Aku cemburu sama kalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar