Di kamar, aku hanya terdiam.
Sesekali aku melirik jam yang seolah-olah menertawakanku dengan dentingannya.
Jam dindingku menunjukkan pukul 18.00. artinya 1 jam lagi, aku harus menonton
konser piano klasik dengan orangtuaku. Aku masih memikirkan kejadian tadi di
sekolah. Aku sudah tak tahan sekolah di sana. Terbesit di pikiranku untuk
pindah sekolah. Ah! Aku ingin melampiaskan kekesalanku. Aku ingin cerita. Tapi
pada siapa? Dengan hantu itu? Gila! Tiba-tiba, lotionku jatuh dari meja rias.
Ada apaan nih?
Ada apaan sih, lotion ini
mendadak jatuh? Jangan-jangan…….. “Aduuuuhhh!!!!!!!!!!!” pekikku karna
membentur meja rias dari kayu jati itu saat mengambil lotion. Kepalaku pusing.
Pandanganku kabur. Berbayang-bayang. Tiba-tiba aku melihat sosok David di
depanku. Ah! Itu bukan David. Ngapain dia di sini? Eh! Tapi itu emang David!
“Hey!” ucapnya dingin.
Aku masih heran siapa dia?
Pandanganku masih sedikit kabur dan kepalaku masih sedikit pusing. Aku mengusap
mataku dan mengerutkan dahiku. Itu David!
“David?” tanyaku penasaran.
“Bukan.” Jawabnya tidak bernada.
“Hah? Bukan David? Lantas
siapa?”
“Aku Glenn. Ini lotionmu.”
“Glenn? Tetangga baru? Kenapa
bisa masuk ke sini? Terima kasih lotionnya.” tanyaku sambil mengambil lotionku
dari tangan dinginnya.
“Aku gambarmu, gurumu.” jawabnya
lempeng sambil membalikkan badannya.
Dahiku kembali berkerut,
digambarku? Guruku? Ah! Aku mengerti. Dia hantu itu? Bulu kudukku sedikit
merinding. Tapi, aku melihat ada luka di kepala kirinya. Apa itu?
“Ini luka tembakkan, aku mati
karna ditembak oleh sekumpulan orang yang mencoba membunuhku di rumah ini.”
“Bagaimana bisa kamu menjawab?
Aku belum menanyakannya. Aku turut prihatin. Ada maksud apa mereka membunuhmu?”
tanyaku penasaran.
“Aku mengerti hatimu, aku tau
isi hatimu. Aku mengerti semua perasaanmu. Mereka menginginkan aku menyerahkan
chip computer yang aku rancang untuk menciptakan sesuatu yang berpengaruh bagi
mereka.”
“Chip? Entahlah, aku tak
mengerti yang kau katakan. Kau mengerti hatiku? Selama ini kau mengikutiku?”
“Yap! Bisa dibilang begitu. Aku
mengikuti semua gerak-gerikmu.”
“Jadi, selama ini aku tak
sendiri?”
“KAu mau menerimaku?”
“Yap!”
“Really?”
“Ya. Berapa umurmu?”
“17 tahun saat ia membunuhku,
1978.”
Yeah, sekarang aku menemukan
pengganti David, wajahnya persis seperti David. Sifatnya pun, aku pikir sama.
Hanya dia dari dunia yang berbeda. Aku bingung, kenapa aku bisa melihatnya?
Atau karna kepalaku terbentur. Whatever.
“Chiky… apa kau sudah siap? Ayo
kita berangkat!” teriak Mama dari dalam kamar.
“Iyaaa, ma. Sebentar lagi.”
“Mama tunggu di mobil yaaa.”
“Okeeeeee!”
“Kau mau ikut?” tanyaku pada
Glenn.
“Bolehkah?”
“Tentu.”
“Oke!”
“Duduklah di sebelahku.”
Di luar gedung pertunjukkan, aku
melihat seorang lelaki seumuranku dikerumuni oleh wartawan. Seperti artis saja.
Kayaknya ia pemain piano.
“Iya ya, seperti artis. Tapi dia
mahir bermain pianonya.” celetuk Glenn yang ada di sebelahku.
Di dalam gedung pertunjukkan,aku
mulai jenuh karna musik klasik yang membosankan. Sesekali aku melirik Glenn
yang tertidur, sepertinya ia pun tidak suka musik klasik.
“Kau suka musik klasik?” bisikku
pada Glenn.
“Tidak” jawabnya sambil terjaga
dari tidurnya.
“Aku juga, aku jenuh. Ini sangat
membosankan.”
“Tunggulah sebentar, orangtuamu
inging bernostalgia.”
“Aku bosan.”
“Sabarlah, sampai lelaki
seumuranmu memainkan piano. Aku suka. Kau pun pasti suka nanti.” hibur Glenn.
Benar saja, saat lelaki tadi
memainkan pianonya. Aku sangat terhanyut. Sepertinya ia sangat handal. Musik
itu menyentuh sampai ke hatiku. Ah! Aku harus mengenalnya.
Setelah pertunjukkan selesai,
aku menuju ke belakang panggung tanpa minta izin pada Mama dan Papa. Dan
seperti biasa, Glenn menemaniku di belakang.
“Hey!” ucapku pada lelaki itu
yang sedang memegang segelas air putih bersama managernya.
Dengan kaget ia, menumpahkan air
putihnya ke bajuku.
“Maaf, maaf. Aku tak sengaja.
Kau membuatku kaget.” jawab lelaki itu sambil mengelap bajuku dengan tissue.
“Tak apa, seharusnya aku yang
minta maaf karna sudah mengagetkanku.”
“Hmm.. ada apa kau ke sini?”
“Ah iya! Tadi, saat kau
memainkan piano, aku sangat terhanyut. Kau handal sekali.”
“Terima kasih atas pujiannya.
Namaku Sam. Samuel Dewny. Salam kenal.”
“Wow Sam kau pasti
berpengalaman, aku ingin belajar banyak darimu.”
“You can! This is my namecard.”
“Thanks.”
“Chik, kamu Mama cariin
kemana-mana. Ayo kita pulang.”
“I.. i..ya ma. Dah Sam.
“Dah”
Di rumah, aku tersenyum sendiri.
Entah mengapa, kejadian tadi di sekolah seolah-olah tidak pernah terjadi. Aku
merasa bebanku sedikit berkurang. Enteng. Lega. Hari ini, wow! Ah! Tadi Sam
belum tau namaku! Ah! Semoga saja ia mendengar mama saat memanggilku ‘chik’.
“Benar kan?” Tanya Glenn
tiba-tiba.
“Benar? Benar apa?”
“Kau menyukainya, ia menarik.
Kau bahagia sekarang.”
“Ya. Aku ingin tidur. Hantu juga
tidur kan?”
“Hm… sepertinya. Tidurlah.” kata
Glenn sambil tertawa kecil.
Keesokkan harinya, seperti hari
Jum’at biasanya. Kami selalu membawa resep makanan kreasi sendiri karna itu
adalah kelas tataboga. Aku paling suka pelajaran ini, gurunya pun Ibu Measley
yang ramah selalu lembut padaku. Hari ini, aku membawa resep pasta keju
kreasiku. Anehnya, David tidak masuk di kelas ini. Ada apa dengan David? Apa ia
sakit? Ah! Aku akan menengoknya. Rumahnya kan tepat di depan rumahku. Atau, aku
tanya ke Key dulu? “Tak perlu bermasalah dengannya lagi.” bisik Glenn. Yeah!
Benar.
“Oke, anak-anak. Pelajaran
sekarang cukup sampai di sini. Untuk pelajaran berikutnya, Pak John tidak bisa
mengajar sosiologi dan sejarah karena sakit.” ucap Ibu Measley.
“Yeeeeeeeeeeeaaaaaah!!!!!”
teriak anak-anak di sekelasku.
Tiba-tiba aku mendengar suara
tangisan dan teriakkan khas suara Key. Kenapa lagi dia? Aku melihatnya menangis
sambil menatap ponselnya. Ada apa dengan isi ponselnya? Perasaanku mendadak
menjadi tidak enak. “Itu karna David pindah ke luar kota dengan Ayahnya.” bisik
Glenn lagi. Hah? Bagaimana mungkin? Mengapa ia tidak menghubungiku? Secepat itu
ia lari dari masalah.
“Sebenarnya, dari kemarin malam
ia sudah minta izin. Ia ke rumah waktu kita ke konser. Ia coba menelponmu,
namun aku mencegahnya karna tak ingin mengganggu kebahagiaanmu dan tidur
nyenyakmu semalam. Ia juga mengirim pesan singkat di ponselmu.” jelas Glenn.
“Kenapa kau tak membangunkanku?
Kau jahat sekali. Ia pindah kemana? Ia sahabatku! Aku ingin menyusulnya! Kenapa
kau mematikan ponselku? Kau jahat.” cetusku.
“Maafkan aku, aku hanya tidak
ingin ia mengganggumu. Aku tak tau ia pindah kemana. Coba kau lihat ponselmu.”
“Suck! Ia tak memberi tahu
kemana ia pindah. Lalu aku harus bagaimana. Ia jahat sekali! Aku pun tak
melihatnya mengemas barangnya, padahl jelas-jelas rumahnya di depan rumahku.”
“Sudahlah, ikhlaskan ia pergi.
Kalaupun ia sahabat sejatimu, ia akan datang kembali untukmu.”
“Ternyata aku salah mengiramu.
Aku kira kau mengerti perasaanku! Tapi kau sama sekali tidak mengerti perasaanku!
Enyahlah dari hadapanku!”
Aku berlari meninggalkan Glenn, menuju
ke toilet dan memandangi cermin. Walaupun aku tau ia akan mengikutiku kembali.
Aku tak tau apa yang ia pikirkan. Ia menyuruhku ikhlas melepas David? Gila! Ia
sahabat terbaikku, walaupun David pernah menyakitiku. Ah! Glenn adalah hantu.
Mana mungkin ia dapat merasakan lagi. Ia sudah mati. Ia sama sekali tidak
mengerti perasaanku. Ia tak pernah merasakannya. Sakit. Bukan sakit karna
tertembak peluru 5cm di kepala sebelah kiri yang membuatmu sekarat tapi
tertembak pekuru hanya sebesar 0.1mm yang beracun tepat di jantungmu yang
membuatmu langsung mati rasa. David? Kemana kau? Mengapa kau tak menyusulku ke
konser? Atau beri kejelasan padaku. Crazy life!
Mengapa aku sangat bodoh
mempercayai Glenn untuk menjadi sahabatku. Jelas-jelas ia menghalangi David
untuk mengucapkan selamat tinggal dan menghalangiku untuk mencega David agar
tidak pindah ke luar kota. Suck! Crazy ghost! Ia hantu! Mana mungkin jadi
sahabat! Casper? Itu hanya dunia khayalan. Ia iri pada David! Ya! Ia iri. Ah!
Ia menghalangiku untuk mendengar suara terakhir David yang lembut itu. Sekali
lagi ia menghalangiku untuk mendengar kata ‘my chiky’ dari mulut David! Oh my
God, what’s should I do now?!
“Kau pasti membenciku.” bisik
Glenn dengan bayangannya di cermin.
“Bagaimana bisa kau
melakukannya?”
“Sorry.”
“Sorry?”
“Ya. Sorry.”
“Kau David?”
“Bukan, aku bukan David. Glenn.”
“Kata-katamu. Kau David?”
“Bukan.”
“Kau David?”
“Okey, aku David.” hibur Glenn
mungkin.
“Bicara apa aku ini? Jelas-jelas
kau bukan David.”
“Kau yang memulainya, kan?
Tenanglah kau sedang labil. Aku akan meninggalkanmu sendiri.”
Hari ini adalah awal musim
panas, liburanku kini pasti membosankan. Biasanya aku melewatinya bersama David.
Tapi sekarang. Entahlah. Sahabat baruku sudah mengkhianatiku. Hantu aneh. Oya!
Aku masih punya harapan untuk liburanku tidak membosankan. Kartu nama Sam! Mana
yaa? Perasaan aku simpan di dompetku. Ah! Ini dia!. Disana hanya terdapat
emailnya. Aku kirim email ah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar